Curhatan kamu ingin dijadikan buku berkelas dan memiliki nilai jual tinggi? Bisa banget! Jika kamu ingin menulis teks naratif tapi tak pandai mengarang cerita, menulis autobiografi adalah solusinya.
Autobiografi adalah cerita tentang perjalanan hidup seseorang yang diceritakan oleh orang itu sendiri melalui sudut pandang orang pertama. Tokoh utama dari cerita autobiografi adalah penulis itu sendiri. Jadi, menulis autobiografi tak ubahnya seperti menuliskan curhatan kita saja ya.
Autobiografi berbeda dengan biografi. Dalam biografi, penulis bukanlah tokoh utama dari cerita, melainkan tokoh lain yang menceritakan perjalanan hidup tokoh utama. Dalam penulisannya, biografi menggunakan sudut pandang orang ketiga. Penggunaan sudut pandang orang ketiga memberi otoritas penuh pada penulis untuk bercerita dengan semua elemen dalam cerita. Artinya, penulis bisa menceritakan kejadian-kejadian yang tak diketahui oleh tokoh utama termasuk pemikiran dan perasaan tokoh lain dalam cerita. Metode ini bisa menjadi sangat menguntungkan bagi penulis, namun seiring juga dengan munculnya resiko overwhelmed, di mana penulis menjadi kewalahan karena terlalu banyaknya unsur yang dia masukkan dalam cerita.
Menurut etimologinya, autobiografi berasal dari bahasa Yunani αὐτός-autos sendiri + βίος-bios hidup + γράφειν-graphein menulis, yang jika digabungkan menjadi “menulis hidup sendiri”. Autobiografi atau otobiografi ditemukan oleh Ovidius di awal abad pertama Masehi melalui bukunya yang berjudul Tristia. Selanjutnya, pada periode tahun 397-400, teks otobiografi berjudul Pengakuan-pengakuan (Latin: Confessiones). Di Inggris sendiri, autobiografi pertama kali digunakan oleh penyair Robert Southey pada tahun 1809. Hal ini menambah deretan fakta bahwa manusia sudah mulai menulis autobiografi sejak dahulu kala.
Secara umum, autobiografi tersusun atas lima bagian utama. Bagian pertama adalah latar belakang keluarga. Pada bagian ini, penulis menjelaskan tentang keluarga intinya, mulai dari orang tua, suami, anak, termasuk bagaimana keadaan keluarganya. Bagian kedua adalah latar belakang pendidikan. Pada bagian ini, penulis menceritakan tentang jenjang pendidikan yang telah dicapai. Dalam hal ini, tidak terbatas pada pendidikan formal saja, penulis bisa juga menceritakan pendidikan nonformalnya seperti kelas khusus apa yang ia ambil atau kursus apa yang ia ikuti. Selanjutnya, untuk bagian ketiga, keempat dan kelima berturut-turut menceritakan latar belakang prestasi, pekerjaan, dan hasil karya. Untuk tiga bagian ini sifatnya opsional tergantung pada pribadi masing-masing penulis. Jika salah satu dari ketiganya tidak dimiliki oleh penulis, maka bagian tersebut tidak diikutkan. Selain lima bagian ini, penulis juga bebas mengeksplor peristiwa-peristiwa menarik atau monumental yang terjadi dalam kehidupannya. Dalam penulisannya, kisah-kisah tersebut bisa disisipkan di antara lima bagian ini tergantung pada kapan peristiwa tersebut terjadi atau tokoh yang berkaitannya. Sebagai contoh, penulis mengalami trauma pada saat bersekolah di jenjang sekolah dasar karena menjadi korban perundungan, maka peristiwa tersebut bisa diceritakan pada bagian latar belakang pendidikan.
Autobiografi banyak dipilih oleh tokoh-tokoh besar sebagai cara untuk membagikan pengalaman berharga dalam hidup mereka. Sebagai contoh, Alex Ferguson, manajer tim sepak bola terkenal Manchester United yang disebut sebagai manajer tim sepak bola terbaik sepanjang masa, menulis autobiografinya yang berjudul My Autobiography (2013), untuk membagikan kisah inspiratifnya. Di Indonesia, terdapat presiden ke-6 kita, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menulis autobiografinya dengan judul Selalu Ada Pilihan (2014). Dalam
autobiografinya, SBY menceritakan tentang pengalaman suka-dukanya selama menjabat sebagai presiden di Indonesia.
Selain itu, terdapat juga autobiografi seorang tokoh Muhammadiyah besar Ahmad Syafi’i Maarif yang berjudul Titik-titik Kisar di Perjalananku (2006). Buku autobiografi ini berisi tentang refleksi Buya Syafi’i (panggialn akrab Ahmad Syafii Maarif) atas setiap keputusan, sikap, dan pilihan yang ia tetapkan sepanjang hidupnya.
Selalu ada kisah-kisah hebat yang mengiringi ditulisnya sebuah autobiografi yang sukses. Tetapi autobiografi tidak melulu tentang kisah-kisah hebat saja, sebab dalam sejarahnya, Indonesia juga memiliki karya autobiografi hebat yang pada awalnya hanya kumpulan surat-surat saja. Autobiografi itu kita kenal dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang (1911) karya R.A. Kartini. Buku autobiografi ini berisi kumpulan surat-surat yang dikirimkan R.A. Kartini pada teman-temannya di Eropa. Dalam surat-suratnya, R.A. Kartini menceritakan pemikirannya tentang keadaan di sekitarnya dan perannya sebagai perempuan yang menjadikannya sebagai tokoh emansipasi wanita.
Kita semua juga memiliki potensi yang sama seperti R.A. Kartini, meski kita tidak memiliki karir yang cemerlang seperti Alex Ferguson, bukan seorang presiden seperti SBY, dan bukan tokoh keagamaan yang hebat seperti Buya Syafi’i, karena setiap manusia memiliki perjalanan hidupnya masing-masing. Siapa tahu perjalanan hidup kita saat ini bisa menginspirasi orang lain yang sedang dalam kesulitan, atau bisa saja pemikiran-pemikiran kritis yang kita miliki saat ini belum pernah terpikirkan sama sekali oleh orang lain dan berpotensi untuk merubah dunia. Atau sesederhana kamu ingin mencurahkan apa yang kamu rasakan dalam menanggapi kesulitan hidupmu dalam tulisan, semua itu juga berpotensi untuk menjadi autobiografi yang sukses, karena belum tentu orang lain merasakan pengalaman yang sama sepertimu dan mereka bisa belajar banyak dengan membaca kisahmu. Jika hal-hal yang telah disebutkan ini menggugah ketertaikanmu, maka inilah saat yang tepat untuk mengambil penamu, tuliskan autobiografimu, dan bersama Frasa Media, kami akan terbitkan kisahmu.
Baca hidupmu, terbitkan mimpimu!